PERJALANAN YANG SULIT DAN KESEPIAN MENUJU KEMENANGAN
Hari ini, Gereja merayakan Minggu Palma, memperingati masuknya Yesus ke Yerusalem sekaligus menandai dimulainya Pekan Suci. Saat Yesus memasuki kota, orang banyak menunjukkan reaksi yang paradoks di hadapan kami.
Orang-orang ini, yang pertama kali menyambut dan menyapa Yesus dengan penuh sorak sorai dan kegembiraan, berbalik melawan Dia dan berteriak dengan keras: “Salibkan Dia, salibkan Dia.” Kerumunan mengingatkan kita akan perilaku dan sifat kita sendiri yang lemah dan mudah diubah.
Kami menilai orang berdasarkan standar kami. Kami ingin orang lain menyenangkan dan mengikuti kategori kami. Ketika semua harapan kita tidak terpenuhi, kita cenderung mengubah sikap kita terhadap mereka, mengkritik mereka, dan yang lebih buruk lagi, kita “menyalibkan” mereka, sama seperti orang banyak dalam Injil hari ini, dengan begitu brutal dan tidak berperasaan.
Sebaliknya Yesus terdiam dari kebisingan dunia dan kemarahan manusia. Hal ini bukan karena Dia tidak mampu membela diri dan menyelamatkan diri-Nya dari semua tuduhan palsu tersebut.
Namun, yang terpenting, hal ini disebabkan oleh kasih dan belas kasihan-Nya yang tanpa syarat bagi semua umat manusia yang hidup dalam kegelapan dosa.
Hal ini mendorong Dia untuk maju memikul salib dan masuk ke dalam Misteri Paskah.
Dia selalu sadar akan kehidupan dan misi-Nya, meskipun Dia tahu pasti bahwa perjalanan yang Dia jalani ini begitu sepi dan gelap.
Orang yang makan bersama-Nya di meja yang sama adalah orang yang mengkhianati-Nya. Orang yang Dia sebut sebagai teman menolak Dia di saat penderitaan.
Bahkan Bapa, di saat-saat terakhir, seakan-akan meninggalkan Dia sendirian, dan terakhir, Dia mati tak berdaya di kayu salib dengan luka di tangan dan kaki serta tusukan di jantung-Nya.
Hidupnya begitu sepi dan penuh luka, TETAPI Ia menerimanya dan menggenapinya hingga akhir hanya karena CINTA.
Besarnya cinta dan kasih sayang datang dari hati seorang “Saudara” yang ingin mendamaikan dan menebus saudara-saudarinya yang berdosa kepada Bapa Surgawi.
Seruan perwira di bawah salib Yesus menjadi saksi penggenapan ini: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” Yesus tidak menyampaikan kata-kata pembelaan atau perdebatan melainkan SAKSI HIDUP yang membuat orang percaya.
Dia sendiri adalah saksi yang otentik. Mengikut Yesus berarti menapaki jalan yang telah Ia lewati, yaitu jalan salib.
Menjadi murid Yesus yang sejati berarti menjalani kesaksian hidup dalam aktivitas kita sehari-hari melalui pelayanan dan kasih tanpa pamrih.
Dunia saat ini masih mengalami begitu banyak penderitaan dan cobaan. Banyak orang tak berdosa meninggal setiap hari akibat perang, kekerasan, kebencian, ketidakadilan, kemiskinan, dan rasisme.
Mereka adalah korban dari dunia yang penuh kebisingan dan keserakahan. Semoga kita menjadi suara bagi orang-orang yang tidak bersuara ini, dan semoga kita mempunyai cukup keberanian untuk bekerja sama dalam membangun dunia ini dengan perdamaian dan integritas.
Oleh Maia Thu Hien.
Alih Basa : Agatha
Recent Comments