Bacaan I : Sir. 15:15-20;
Mzm. 119:1-2,4-5,17-18,33-34;
Bacaan II : 1Kor. 2:6-10;
Injil Matius 5:17-37 (panjang) atau Mat. 5:20-22a, 27-28, 33-34a, 37
CINTA BUKAN MEMISAHKAN TAPI MENYATUKAN
Dalam Injil Matius, Yesus menunjukkan kepada kita kesamaan antara membunuh dengan amarah, menghina, dan merendahkan orang lain. Dia juga menekankan perzinahan mental ketika seseorang memiliki niat penuh nafsu dengan orang lain. Selanjutnya, Dia mengutuk ketidaksetiaan terhadap hukum Tuhan dalam pernikahan, yang dengannya suami dan istri saling terikat.
Beberapa hari yang lalu, Pemimpin Novis kami, dalam percakapan kami, bertanya, “Apa itu cinta?” Berhubungan dengan kasus-kasus dalam bacaan Injil, kita memeriksa apakah cinta yang kita bagi itu otentik, apakah ada kemarahan, penilaian yang salah, hinaan, atau perceraian.
Biasanya, ketika kita tidak menyukai seseorang ketika ide seseorang bertentangan dengan ide kita, dan ketika seseorang melakukan hal yang berlawanan dengan cara kita, kita menjadi marah dan cemburu. Lebih dari itu, ketika kita tidak lagi menyadari kebaikan orang lain, tidak lagi sabar dengan kelemahan mereka, dan tidak lagi melihat keindahan sikap mereka, kita menunjukkan sikap buruk kita. Akhirnya ketika kita malas untuk memahami dan lelah menunjukkan empati, kita bosan satu dengan yang lain dan tidak ingin bersama mereka lagi.
Namun, apa yang Yesus ajarkan kepada kita? “Kasihilah satu sama lain seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 13:34). Cinta macam apa yang memaksakan pemikiran kita kepada orang lain? Cinta macam apa yang menghina saudara dan saudari kita? Cinta macam apa yang menuntut orang lain agar mengikuti jalan mereka? Cinta macam apa yang memisahkan dan menghancurkan keluarga?
APAKAH YANG DIPERLIHATKAN OLEH CINTA?
Paus Fransiskus kita berkata, “Cinta tidak membelah, tetapi mempersatukan.” Kita semua lemah. Marilah kita terlebih dahulu menyadari ketidaksempurnaan kita untuk bersikap toleran terhadap orang lain. Biarkan kesabaran kita menginjak-injak harga diri dan sifat pemarah kita. Biarlah kerendahan hati kita menang. Jaga pikiran kita tetap tenang ketika pikiran jahat mencobai yang terbaik untuk memberontak. Dan biarkan cinta membawa kita pada dialog, pengertian, dan kasih sayang.
Dengan ‘baterai cinta’ penuh doa yang tak henti-hentinya, siapkan alarm kita ketika jarum kemarahan dan perpecahan mulai bergerak. Dan, seperti yang dikatakan Santo Paulus, “Jangan biarkan matahari terbenam saat kamu masih marah” ((Efesus 4:26). Jadi, biarkan cinta menyatukan kita, jangan sampai kebencian memisahkan kita.
Refleksi Oleh: Mary Nyugen Thi Thuy OP
Alih Bahasa : Bp. Theo Atmadi OP
Recent Comments