
Refleksi Harian Lectio Divina Minggu Keempat Prapaskah 27 Maret 2022
Refleksi hari ini ditulis oleh Para Dominikan Awam Indonesia : Bro Ivan Iman (komunitas Rosa De Lima Surabaya dan Ronald Stevanus Susanto (Komunitas Bernardo Scammacca Jakarta)
TIDAK ADA KATA TERLAMBAT
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, (Luk 15:18)
Masa lalu saya tak akan pernah menjadi masa depan saya. Betapa pun buruk dan berdosanya saya di masa lalu, asal ada penyesalan dan pertobatan, hidup saya akan berubah. Saat saya menyadari kesalahan, maka saya harus berani pulang, kembali kepada kasih Allah yang tidak terukur. Kasih & pengampunanNya dan kehidupan baru selalu tersedia untuk saya yang terhilang.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, dan berangkat dari kesempurnaan dan dengan kehendak bebas yang dipunyai itulah, maka manusia menguasai segala ada yg ada di bumi ini. Dan karena merasa makhluk yang paling sempurna ituah yang membuat saya terjungkal. Saya masih ingat perkataan almarhum papi saya “emang besar loe mau jadi apa hidup loe seperti ini”. Ini dikarenakan sikap dan pola serta pergaulan hidup saya yang buruk. Yang namanya kehidupan hura-hura, kehidupan dunia gemerlap, dan kenikmatan duniawi lainnya dari sejak saya SMP sampai dewasa sudah saya rasakan semua. Hanya jeruji penjara saja yang tidak saya rasakan!. Itu saya lakukan terus karena saya ber prinsip “mumpung masih muda” menikmati hidup yang ada. Akhirnya pada satu titik dimana saya mulai merasakan “kejenuhan hidup” dan segala “kejayaan” yang saya punyai mulai habis serta orang-orang/teman yang disaat saya “berada” mulai menghilang satu persatu. Disinilah saya merasakan yang namanya kehampaan hidup dan saya rasakan ada yang hilang dalam hidup saya. Suatu rasa penyesalan mendalam yang mulai hadir dalam hati saya.
Apa yang saya rasakan itu, sama seperti yang dirasakan oleh si anak bungsu dalam kisah perumpamaan Injil hari ini. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Ini juga yang terjadi dengan si anak bungsu dalam kisah perumpamaan tersebut. Dia merasa dirinya menjadi hina, kotor dan tidak berguna. Akan tetapi dalam penyesalannya yang paling dalam, dia bangkit dan kembali ke rumah ayahnya. Apapun yang dikatakan ayahnya, dia siap menerima konsekuensinya. Yang penting bagi dirinya, dia mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Setiap manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Untuk itu selagi masih ada waktu saya harus kembali ke jalan Tuhan dan mengikuti semua petunjuk-Nya. Semua yang saya miliki di dunia ini hanya sementara dan itu hanya berakhir di pintu kematiaan. Dan selalu ada kasih seorang bapak untuk anaknya yang terhilang. Bagi seorang ayah, kembalinya seorang anak yang hilang melebihi segala kekayaannya. Kesuka citaan besar yang tiada tara.
Memulai hidup baru di dalam Tuhan memang tidak mudah. Selain berusaha meninggalkan kebiasaan buruk saya di masa lalu, saya juga harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak senang dengan hidup baru saya. Bisa saja itu adalah orang terdekat seperti anak sulung dalam kisah perumpamaan Injil hari ini. Namun demikian, saya siap menghadapinya sambil terus membuktikan pada Tuhan dan orang lain, bahwa memang saya benar-benar sudah tidak menjadi “Anak yang Hilang”!.
Setiap persoalan yang terjadi di dalam hidup saya membuat saya sadar bahwa saya perlu Tuhan, menyadari bahwa selama ini saya sudah menjauh dariNya, saya harus kembali kepadaNya, kembali mencari hadiratNya, datang kepadanya, kembali bersekutu bersama saudara seiman dan bangkit mengaku dosa agar saya layak dihadapanNya. Rahmat Allah sendiri yang memampukan kita untuk itu. Tuhan Yesus memberkati🙏. (IVAN IMAN)
Kekeringan Rohani
Kata ayahnya kepadanya :“Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu” (Luk 15: 31)
“Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu”. Perkataan ini merupakan jawaban bapa kepada anak sulung yang protes terhadap sikap bapa yang menyambut kembali anak bungsu yang telah berfoya-foya. Perkataan ini juga memberikan kelegaan di tengah kekeringan rohani yang sedang aku alami.
Aku menyadari bahwa ketika rajin berdoa, ikut segala kegiatan rohani, melayani di gereja justru tidak merasakan berkelimpahan dalam rahmatNya. Persoalan dan tantangan hidup membuat hati tertekan, tidak dapat bersuka cita. Bahkan protes seperti anak Sulung “ telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersuka cita dengan sahabat-sahabatku (Luk 15:29)
Iya dialog bapa terhadap anak sulung ini mengingatkan aku dan kita untuk sering tidak protes ketika doa-doa tidak terjawab, pelayanan terasa hambar. Bahkan dengan sikap batin yang baik kita harus semakin rendah hati di tengah pelayanan dan doa-doa kita. Karena dengan sikap rendah hati kita menjadi tidak sombong akan pelayanan kita, tidak merasa diri selalu benar dan menuntut agar doa-doa kita untuk selalu dikabulkan.
Sesudah itu barulah kita dapat menyadari bahwa di rumah Bapa berlimpah-limpah rahmat. Amin. (Ronald Stevanus Susanto)
Recent Comments