Refleksi Harian Lectio Divina Sabtu Pekan Kedua Prapaskah

Refleksi Harian Lectio Divina Jumat Pekan Kedua Prapaskah

Bacaan Injil: Matius 1:16, 18–21, 24a

 Bacaan I: 2 Samuel 7:4–5a, 12–14a, 16

Bacaan II: Roma 4:13, 16–18, 22

Reflesi hari ini ditulis oleh Para Dominikan Awam Indonesia : Bro Ivan Iman (Komunitas Rosa De Lima Surabaya) dan Albertus Sapto (Bernardo Scammacca Jakarta) dan Christina Nico (Komunitas Santo Thomas Aquinas Jakarta)

Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan (Mat 1:24)

Peringatan : Hari Raya  Santo Yusuf , Suami Santa Perawan Maria

Antifon Pembuka : Dialah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat Tuhan menjadi kepala keluarga Nya.

Hari ini tanggal 19 Maret ditetapkan gereja sebagai Hari Raya Santo Yusuf, suami Santa Perawan Maria.

Marilah kita awali renungan kita dengan doa :

Allah Bapa yang Mahakuasa, Engkau telah menyerahkan awal misteri keselamatan kepada Santo Yusuf untuk dijaganya dengan setia. Kami mohon, semoga berkat doanya Gereja-Mu selalu membantu mewujudkan karya penyelamatan-Mu itu. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah sepanjang segala masa. Amin

Tiada kata yang keluar dari mulut Yusuf, suami  Maria dalam menghadapi situasi saat itu dimana Maria mengandung sebelum menikah, rencana yang dirancangnya untuk menceraikan istrinya keluar dari hati yang tulus dan demi kebaikan Bersama tanpa maksud mencemarkan pihak lain. Hal inipun karena ketidak tahuan Yusuf akan rencana Allah atas Maria. Dengan pemberitahuan Malaikat Tuhan lewat mimpinya, Yusuf percaya bahwa anak yang di kandung Maria berasal Roh Kudus sesuai Rancangan Tuhan.

Yusuf yang randah hati serta tulus hati, peka akan kehendak Allah, dalam diam Santo Yusuf menjaga, membimbing dengan telaten dan teliti keluarga yang di percayakan kepadanya. Dalam kesederhanaan dan tekun mendengarkan perintah dan kehendak Allah untuk melindungi keluarga sesuai dengan rencana Allah meskipun harus  bersusah payah memboyong keluarga ber pindah tempat.

keteladanan Yusuf, Maria, dan Yesus sebagai kesatuan keluarga dari Nazareth inilah yang patut kita contoh di dalam keluarga kita.

Di jaman sekarang ini, keutuhan dan keharmonisan keluarga menjadi landasan utama kita melayani sesama anggota keluarga yang memberikan kasih sayang dengan tulus hati, sebelum melangkah melayani diluar keluarga dan memberi diri kepada sesama seperti Yesus lakukan.

Seseorang yang bersedia menerima kenyataan hidup adalah termasuk orang yang berjiwa besar dan menunjukkan sikap keterbukaan dan kerendahan hati. (Albertus Sapto Harsono)

 

Tunduk, Taat dan Melaksanakannya

Sebagai manusia jaman now yg selalu mengandalkan ke “aku”an ku, apa yg dilakukan oleh Yusuf dalam bacaan Injil hari ini adalah sesuatu hal yg naif. Kasarnya bisa dibilang goblok lu!. Saya pun akan melakukan hal yg sama seperti yg duniawi pikirkan.

Dalam bacaan Injil hari ini saya & kita semua kembali diingatkan oleh Tuhan Yesus melalui Yusuf bhw kita hendaknya memasrahkan segala aspek hidup kita hanya kepada Allah. Hanya Dialah tempat aku mengadu & berharap. Dan di dalam Dia lah segala sesuatu yg saya & kita alami adalah atas rencana & kehendakNya. Dia tidak akan pernah menyengsarakan atau menyusahkan kita.

Yusuf dalam bacaan Injil hari ini mencontohkan bagaimana ia sebagai pribadi yg taat & tunduk kepada perintah Allah melaksanakan segala perintahNya tanpa tawar menawar lagi. Sebagai seorang yg takut akan Allah, maka Yusuf pun percaya bahwa Allah pasti memberikan yg terbaik utknya. Dan Yusuf pun memiliki hati yg penuh dg kerendahan hati menerima Maria sbg istrinya tanpa tedeng aling aling.

Refleksi Yusuf ini membawa saya & kita semua yg mengaku murid Kristus utk merenungkan dalam hati kita masing2, sdhkah kita taat & melaksanakan semua perintah Allah dg segala  kerendahan hati & segenap hati sebagi bukti tanda bakti & kasih kita kepada Allah yg secara nyata terlebih dahulu mengasihi kita?. Rahmat Allah sendiri yg memampukan kita utk itu. Tuhan Yesus memberkati🙏 (Ivan Iman)

 

Beranikah Anda Berharap Lebih ?

“Gantungkanlah Mimpimu setinggi bintang di langit” Pepatah yang tidak asing bagi kita. Seringkali kita gunakan pepatah ini untuk menasihati teman atau keluarga jika berkaitan dengan pembicaraan cita-cita.

Namun sejujurnya, saya termasuk tipe orang yang “takut” untuk menggantungkan cita-cita setinggi bintang di langit. Saya takut jika cita cita itu tidak tercapai, saya akan kecewa dan tawar hati. Sehingga untuk menutupi “ketakutan” saya ini, saya sering menggunakan alasan “jika Tuhan berkenan, maka akan tercapai cita-cita saya”.

Sekilas jika orang lain mendengarkan saya berkata “seturut kehendak atau perkenanan Tuhan”, mereka pasti akan mempersepsikan bahwa saya orang yang pasrah pada Tuhan. Tapi jika saya selidiki hati saya lebih jauh lagi, bukan itu. Sebenarnya saya kurang berani berharap lebih kepada Tuhan. Saya takut bermimpi terlalu indah..krn saya tidak berani berharap lebih kepada Tuhan.

Bacaan pertama dan kedua hari ini, menjadi bahan refleksi saya. Betapa besar kepercayaan Abraham dan Daud kepada Tuhan. Mereka berani berharap pada janji Tuhan bahwa keturunan mereka akan menjadi banyak dan menjadi keturunan terpilih. Entah pada generasi ke berapa, namun Abraham dan Daud tetap berani menaruh semua harapan pada Tuhan.

Jika saya bandingkan dengan saya, sungguh kecil sekali nyali atau bisa dikatakan iman saya. Bahkan saya tidak berani berharap lebih untuk masa depan saya (bahkan belum sampai keturunan saya). Terima kasih Tuhan atas teguran Mu bagi saya. Saya mau lebih berani berharap dan mempersembahkan harapan saya ke hadirat Mu, karena saya mau lebih percaya akan janji Mu yang indah bagi saya.

Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa,  menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.  “ Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat  dalam imannya dan ia memuliakan Allah,  dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. (Roma 4:18-19, 21-22)

Penulis Christina Nico