
Refleksi Harian Lectio Divina Selasa Pekan ketiga Prapaskah 22 Maret 2022
Injil: Matius 18:21–35
Bacaan I: Daniel 3:25, 34–43
Mazmur: 25:4–5ab, 6 dan 7bc, 8–9
Injil: Matius 18:21–35
Refleksi hari ini ditulis oleh Para Dominikan Awam Indonesia : Bro Ivan Iman (Komunitas Rosa De Lima aya) dan Patrick Van Kempen (Bernardo Scammacca Jakarta)
Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. (Mat 18:22)
SUSAH YA MENGAMPUNI
Saya awalnya sangat heran & berpikir apakah Kitab Suci tidak salah tulis atau salah mengerti kok 70x7x?. Bukannya70x7?. Dan hasilnya kan pasti 490?.
Ada dua momen yg tidak bisa saya lupakan dlm hidup ini. Pertama kenangan indah yaitu saat saya bertemu dg kekasih saya yg sekarang jadi istri saya. Dan kenangan indah ini akan menjadi cerita turun temurun nantinya. Yg kedua adalah kenangan buruk yg bisa berupa apa saja yg mengakibatkan kepahitan, bencana termasuk peristiwa ketika saya diremehkan, dianggap bodoh, dilecehkan atau dikhianati. Peristiwa2 itu tidak mungkin dapat saya lupakan begitu saja. Saya akan terus mengingat wajah orang yg telah menyakiti saya. Saya tidak mampu melupakannya & tidak mau untuk mengampuni.
Mengampuni bukanlah suatu hal yg dapat dg mudah saya lakukan. Apalagi jika ada seseorang yg menyakiti bukan hanya sekali tapi berkali2, perkataan “aku mengampuni” pasti akan sangat sulit utk dilontarkan. Apa yg saya rasakan tsb ternyata juga dirasakan oleh Petrus dlm bacaan Injil hari ini. Petrus bertanya, sampai berapa kali harus mengampuni saudara yg berbuat dosa kepadanya?. Menurut Petrus “tujuh kali sudah lebih dari cukup” krn menurut pendapat umum tiga kali pun sudah hebat. Ternyata bukan demikian. Mengampuni sebanyak tiga kali atau tujuh kali belum cukup. Yesus mengatakan, “Tujuh puluh kali tujuh kali”. Jawaban Yesus tsb bukan berarti sama dg 490 melainkan tidak terhingga atau tidak terbatas. Mengampuni sebanyak 490x saja sudah susah apalagi ini harus mengampuni sampai tidak terbatas?. Tapi itulah perintah Tuhan Yesus yg harus saya lakukan sebagai orang yg beriman & mengaku sebagai muridNya.
Pengampunan dosa diberikan bukan karena kelayakan saya atau kita semua, tetapi hal itu merupakan tindakan kasih Allah. Allah lah yg terlebih dahulu mengasihi kita semua. Oleh karena itu marilah kita dimasa prapaskah ini melihat & introspeksi diri kita masing2, sudahkah saya melepaskan & memberikan pengampunan kepada mereka yg telah menyakiti hati saya berkali2?entah itu anak2, atasan/bawahan, ortu, sahabat & orang2 terdekat dlm hidup saya?. Pengampunan adalah kunci agar saya bebas dari kepahitan. Jangan biarkan akar kepahitan & kebencian bertumbuh semakin dlm & terus merusak kehidupan. Rahmat Allah sendiri yg memampukan kita utk itu. Tuhan Yesus memberkati (Ivan Iman)
Rahmat Pengampunan
Gereja sebagai Tubuh Kristus dimana kita adalah anggotanya merupakan rumah kita yang sejati. Karena dari sana sumber pengampunan, hari ini kita mengimani bahwa di atas altar gereja merayakan pengorbanan Kristus di atas kayu salib
Ketika Imam berbicara dalam Nama Kristus dia sama seperti yang dikatakan Yesus dalam perjamuan terakhir. Dan ketika pulang ke rumah , kita sudah merasakan sukacita karena telah mendapat karunia yang luar biasa dari Yesus dengan menyantap Tubuh dan Darah Yesus sebagaimana yang dikurbankan di kayu salib, pengurbanan yang menjadi alasan kita mendapat rahmat penebusan
Dalam gereja bukan hanya mendapat pengampunan, tetapi kita sepenuhnya mendapat karunia bersatu dengan hidup Yesus sendiri, Sang Empunya pengampunan.
Dengan menerima pengampunan kita memperbaiki diri dan membentuk diri, namun bukan hanya itu, kita harus bangkit dari segala kekurangan dan kedosaan. Setelah itu membagi juga dengan semua orang. Kita membagi sukacita ini sebagai kebahagiaan sejati dari Tuhan, saat ini dan memberi maaf dan pengampunan kepada orang lain. ( Patrick Van Kempen)
Modal Kesetiaan dan Keteguhan Hati
“ Kini kami mengikuti Engkau dengan segenap jiwa dan dengan takut kepada Mu, dan wajah MU kaci
cari. Janganlah kami Kau permalukan, tetapi perlakukanlah kami sesuai dengan kemurahan Mu dan
menurut besarnya belas kasihan Mu. Lepaskanlah kami sesuai dengan perbuatan Mu yang Ajaib dan
nyatakanlah kemuliaan nama Mu ya Tuhan” (Tamb Daniel 3 :41-43)
Banyak sekali success story yang menceritakan bahwa modal kesuksesan adalah ketekunan. Hanya
bermodal kecil namun di barengi dengan ketekunan hati dan perbuatan, maka sukses pun bisa di raih.
Apakah ada success story di dalam kitab suci? Tentu saja banyak. Walau dengan imbalan yang berbeda
bentuknya, tentunya tidak selalu tentang harta belaka.
Bacaan pertama hari ini mengisahkan bagaimana “kesuksesan” dari Azarya, Hananya dan Misael untuk
tetap setia pada Allah. Bermodalkan keteguhan hati, ketekunan dan kesetiaan terhadap Allah, walau
mereka bertiga hidup sebagai pelayan atau abdi dari Raja Nebukadnezar. Meskipun ancaman demi
ancaman di berikan, namun mereka tetap percaya dan teguh hati hanya menyembah Allah Israel.
Bahkan ketika mereka harus dimasukkan dalam perapian menyala untuk dibakar, dengan iman yang
teguh mereka memasuki perapian sambil tetap berdoa dan mengandalkan Allah.
Hasilnya…tentu saja sangat luar biasa. Allah kita tidak pernah terlambat menolong, Allah tidak pernah
mengecewakan mereka yang berharap pada Nya. Pembelaan terhadap Azarya, Hananya dan Misael
disajikan dengan begitu anggun dan indah oleh Allah. Membungkam semua mulut penganiaya dan
penghujat. Inilah salah satu keindahan “kesuksesan” untuk memuliakan nama Allah.
Hikmat yang saya peroleh dari bacaan ini, mari kita Bersama sama berusaha menjadi seseorang yang
“sukses” dalam menjalankan tugas dari Allah. Kita tidak perlu repot membela diri, membenarkan diri
atau membangun aneka pencitraan untuk membuktikan bahwa kita pengikut Allah. Tetap tekun dan
setia, teguh dan lakukan apa yang menjadi ketetapan dan perintah Nya. Allah yang akan membela kita
ketika kita berada di badai penghakiman dunia. Allah yang akan menghakimi kita ketika kita pulang ke
Rumah Nya kelak. In the end…it is about Lord and me only.(Christina Nico)
Rasanya bukan sebanyak 490; tapi setiap saat, seperti dlm doa : “….ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yg bersalah kepada kami..”, jelas tidak mudah, dan inilah seninya introspeksi diri