Injil Matius 1:18-24
“Emmanuel”: Tuhan beserta kita!
Pada tiga Minggu Adven yang lalu, kita telah menyalakan lilin harapan, kedamaian, dan kasih. Di Minggu Adven terakhir ini, kita akan menyalakan lilin Adven keempat yang melambangkan cinta kasih. Ini adalah cinta yang akan kita renungkan dalam Injil St. Matius. Tentang bagaimana kelahiran Anak Allah yang datang membawa cinta kasih ke dunia ini. (Mat 1:18-24).
Inilah kisah Maria dan Yusuf dan bagaimana mereka bekerja sama sesuai dengan rencana Allah dalam menggenapi sejarah keselamatan. Berdasarkan Injil, bagi banyak orang, Maria dianggap sebagai wanita yang belum menikah namun mengalami kehamilan yang tiba-tiba dan tidak direncanakan; penjelasan yang sulit diterima akal sehat, ketika Maria mengatakan bahwa Anak yang di dalam rahimnya adalah dari Tuhan Allah sendiri! Tapi bagi Maria, dia menganggap hal itu adalah Tuhan yang menunjukkan Cintanya kepada umat manusia dan dia membiarkan dirinya masuk ke dalam rencana Tuhan. Pengalaman Maria ketika dia pertama kali mengandung bayi Yesus di dalam rahimnya menjadi perbincangan di kota itu. Mungkin ada yang berkata: dia mengandung bayi tanpa ayah dan ada juga yang bertanya, siapa sebenarnya ayah dari bayi dalam kandungannya itu. Semua ini mungkin telah terjadi. Dan mereka juga tahu apa akibatnya bagi wanita yang mengandung di luar nikah, mereka ingin menuduh Maria dan bayinya karena mereka tahu bahwa ada hukum yang mengatur hal tersebut.
Namun, inilah kisah cinta kasih Tuhan yang sesungguhnya kepada kita. Kehamilan Maria menunjukkan kehadiran Allah yang intim dalam diri manusia. Roh Kudus Tuhan memenuhi rahimnya, angin Tuhan bertiup melalui hidupnya, dan nafas Tuhan dalam dirinya begitu nyata, sehingga dia mulai menunjukkan bahwa Tuhan menyertai kita. Melalui cinta itu, kita merasakan cinta kasih Allah bagi kemanusiaan kita, sebagaimana Maria menerimanya dengan sukacita, untuk menjadi Bunda Allah.
Anak ini adalah pengungkapan kasih Tuhan bagi umat manusia. Cinta yang bisa dilihat, didengar, dan disentuh. Kasih Tuhan yang dimanifestasikan ini akan memberi makan dan memelihara umat Tuhan. Satu-satunya alasan mengapa rencana Tuhan terjadi adalah karena Yusuf mempercayakan dirinya ke dunia batin di mana para malaikat muncul, membimbing, dan menyampaikan pesan / firman Tuhan kepadanya dan dia menerimanya dengan penuh cinta kasih, untuk menjalani hidup keluarga Kudus, Maria Yusuf dan Yesus.
Di malam keheningan, dan dengan iman Yusuf menerima undangan Tuhan untuk menunjukkan realitas Kasih Tuhan. Ini adalah malam Emmanuel ketika dia mengalami kehadiran Tuhan bersamanya. Dia menemukan kesucian tersembunyi, di tempat yang selalu tersembunyi, di depan mata di antara skandal, pembicaraan, penampilan, pertanyaan, dan keraguan. Jadi Yusuf bangun di pagi hari dan melakukan apa yang harus dia lakukan. Dia mulai mengosongkan diri, dia melepaskan rasa takut, dia melepaskan keraguan dan pertanyaannya, dan dia melepaskan ide dan harapannya tentang apa yang bisa dimiliki dari pernikahannya dengan Maria. Dia melepaskan hukum dan hukuman. Dengan setiap pelepasannya itu, Yusuf mengosongkan dirinya sehingga dengan rahmat dan belas kasihan Tuhan, dia dapat menjadi tempat yang akan melindungi, memelihara, dan memberikan keamanan kepada Maria dan anaknya Yesus.
Injil ini bukan hanya berkisah tentang Maria dan Yusuf, tetapi tentang kita. Ini adalah cerita kita juga. Kita perlu lebih terbuka untuk dapat menerima Yesus dan menjadi satu dengan kita. Maria menuntun kita untuk menerima dengan sukacita cinta kasih yang tinggal di antara kita, dan Yusuf membimbing kita mengosongkan diri agar ada cinta kasih yang tinggal di hati kita. Ia mengajak kita memasuki malam iman dan kasih untuk mulai mengosongkan diri, dari semua yang membuat diri kita tertutup terhadap anugerah Tuhan. Kita harus melepaskan semua hal yang membuat kita tidak dapat diakses sendiri. Hal-hal seperti ketakutan, rasa bersalah, kebencian, dan kemarahan, pikiran yang mengatakan bahwa kita tidak cukup baik, keraguan akan kehadiran Tuhan, keterasingan dan kesepian kesedihan. Kita lepaskan demi menciptakan ruang, keterbukaan, dan kesempatan bagi kasih Tuhan. Berkali-kali kita melepaskan, mengosongkan diri kita sampai kita bisa menemukan bahwa kita bukan apa-apa dan tidak punya apa-apa. Ketiadaan itu adalah persembahan dengan mengosongkan diri kita seutuhnya, dengan iman yang mengerti bahwa itu akan dipenuhi oleh Tuhan, kita akan diciptakan kembali, dunia akan mendengar kabar baik, dan sekali lagi kita akan menemukan Tuhan yang selalu menyertai kita.
Refleksi Oleh: Guilhermina da Silva Fatima do Rego, Dominikan Sister in Est Timor.
Ali Bahasa oleh Bp Theo Atmadi OP. Dominikan Awam Komunitas Martin De Porres Jakarta
Recent Comments