
Renungan Harian Hari Ke-11 Selasa Pekan Kedua Prapaskah
Bacaan I: Yesaya 1:10, 16–20 Mazmur: 50:8–9, 16sm–17, 21 dan 23
Injil: Matius 23:1–12
Renungan dari buku Journey Through Lent by Clement Harrold, diterjemahkan oleh Bro Theo Atmadi OP (Dominikan Awam Indonesia)
Bacaan Injil hari ini mengajarkan kita bahwa kerendahan hati adalah sumber hidup Kristiani yang paling mendasar, bahwa tanpa kerendahan hati kita tidak dapat melihat dan memahami misteri Kerajaan Allah.
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mempersonifikasikan sikap sombong, dan egosentrisme mereka, sehingga telah membutakan mereka terhadap kebenaran berbagai hal. Lagi pula, apa artinya kerendahan hati jika bukan melihat sesuatu dengan perspektif yang tepat? Karena ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak memiliki kerendahan hati, mereka tidak lagi memiliki pemahaman yang benar tentang tempat mereka sendiri, atau tentang sesama mereka, atau bahkan tentang Allah. Mereka adalah pusat dari alam semesta moral mereka, dan semua karya mereka mengalir dari sini. Sebagai tanggapan, Yesus Kristus menawarkan kepada kita sesuatu yang sangat berbeda: “Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Mat 23:12).
Dalam karyanya The Glories of Divine Grace, Matthias Scheeben, teolog besar Jerman abad kesembilan belas, menggambarkan kerendahan hati, bersama dengan keutamaan kesucian, sebagai “bunga pohon rahmat Kristen yang paling langka dan paling indah [yang] di luar dunia Kristiani paling tidak dikenal dan dipahami.” Lebih dari semua kebajikan lainnya, katanya, “kerendahan hati dan kesucian berhubungan erat dengan semua misteri kasih karunia dan cinta supernatural.”
Oleh karena itu, dalam mendekati kehidupan Kristiani, marilah kita terus-menerus menantang diri kita sendiri untuk bertumbuh dalam sifat dasar kerendahan hati ini. Seperti sosok yang dijelaskan dalam bacaan pertama dari kitab Yesaya, marilah kita memeriksa keegoisan kita, mempertanyakan motif tersembunyi kita, dan mengenali kepalsuan kerendahan hati kita sendiri. Dan dalam melakukannya, marilah kita berdoa, sungguh-sungguh memohon rahmat agar jiwa kita menjadi putih seperti salju.
Apakah saya menganggap serius prinsip bahwa semua kebajikan lain akan mengalir dari kerendahan hati?
Apakah saya cukup jujur untuk mengakui bahwa saya lebih sombong daripada yang saya kira, dan bahwa tanpa kasih karunia Kristus, saya tidak dapat melihat diri saya secara akurat?
Recent Comments