
Renungan Harian ke 8 Hari Kamis Pekan I Prapaskah
Bacaan I: Ester C:12, 14–16, 23–25 Mazmur: 138:1–2ab, 2cde–3, 7c–8
Injil: Matius 7:7–12
Renungan dari buku Journey Through Lent by Clement Harrold, diterjemahkan oleh Sis Agatha Titik R (Dominikan Awam Indonesia)
Doa petisi itu misterius. Tidak selalu mudah untuk memahami bagaimana hal itu cocok dengan gambaran yang lebih besar dari pemeliharaan Tuhan dan kebebasan manusia. Agaknya tidak ada manusia yang hidup yang pada suatu saat tidak mengalami kebingungan doa yang tampaknya tidak dijawab.
Lagi pula. . . dan lagi . . . Tuhan kita menekankan kekuatan dan tujuan dari tindakan manusia yang paling sederhana yaitu: meminta, memohon, memohon kepada Bapa untuk makanan. Atau setidaknya, begitulah nampaknya bagi kita; kita memohon kepada Tuhan sekeras yang kita bisa, dan kita hanya berharap bahwa Dia mendengarkan kita.
Akan tetapi, dalam Injil hari ini, Yesus mengundang kita kepada visi yang lebih mulia tentang apa sebenarnya doa itu. Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa Yesus tahu persis apa yang kita inginkan, apa yang kita butuhkan, dan Dia tidak pernah, kita ulangi – tidak pernah – meninggalkan kita dalam situasi di mana kita tidak diperhatikan, tidak dikasihi, atau tidak dapat tumbuh lebih dekat dengan-Nya. Dia sangat mencintai kita lebih dari kita mencintai diri kita sendiri. Tidak pernah ada keluh-kesah yang tidak pernah Dia dengarkan, atau air mata yang tidak pernah Dia ketahui.
Dengan segenap Hati-Nya, Yesus ingin kita meminta hal-hal baik dan kemudian, apa pun jawabannya, percayalah bahwa Dia mengerjakan segala sesuatu demi kebaikan. Saat kita mengetuk, pintu hati-Nya akan terbuka. Dari selama-lamanya Dia telah menunggu kita, menunggu untuk momen perjumpaan itu ketika kita membuka diri kepada-Nya: Inilah aku! “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk. Jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk dan makan Bersama-sama dengan dia, dan ia Bersama-sama dengan Aku” (Wahyu 3:20).
Yesus mendekati kita; kita hanya perlu bertemu dengan-Nya dalam kepercayaan. Dan ketika kita melakukannya, kita akan menyadari bahwa doa kita benar-benar memiliki kekuatan yang nyata. Seperti Ratu Ester, kita akan menemukan kedamaian dan kepuasan di dalam Dia yang berusaha untuk “mengubah duka kita menjadi kegembiraan dan kesedihan kita menjadi keutuhan.” (Ester C12:23–25, NABRE).
Pernahkah ada saat-saat ketika saya mulai mempertanyakan apakah doa, terutama doa permohonan, layak dilakukan?
Apa sebenarnya arti mengetuk pintu Tuhan?, dan bagaimana Dia mengundang kita untuk melakukannya hari ini?
Recent Comments