Teladan Kristus yang Tersalib

 

Kristus mengambil kodrat manusia untuk memulihkan kemanusiaan yang jatuh. Maka Dia harus menderita dan bertindak, menurut kodrat manusia, hal-hal yang dapat menjadi penyelamatan atas kejatuhan dalam dosa.

 

Dosa manusia bermuara pada kenyataan bahwa dia begitu lekat pada barang-barang duniawi sehingga dia mengabaikan apa yang baik secara rohani. Oleh karena itu perlu bagi Anak Allah untuk menunjukkan hal ini dalam kemanusiaan yang telah Dia ambil, melalui semua yang Dia lakukan dan derita, sehingga manusia hendaknya menganggap hal-hal duniawi, baik yang baik maupun yang jahat, tidak bernilai sama sekali, jika tidak, terhalang oleh cinta yang berlebihan atas mereka, mereka akan kurang mengasihi hal-hal rohani.

 

Dari sebab itu Kristus memilih orang-orang miskin sebagai orang tua-Nya, orang-orang yang tetap sempurna dalam kebajikan, sehingga tidak satu pun dari kita membanggakan kemuliaan dalam pangkat atau kekayaan orang tua kita.

 

Dia hidup sebagai orang miskin, untuk mengajari kita agar tidak mengumpulkan kekayaan.

Dia hidup sebagai manusia biasa, tanpa pangkat apa pun, untuk menyapih manusia dari keinginan yang berlebihan atas kehormatan.

Kerja keras, kehausan, kelaparan, nyeri tubuh, semua ini Dia jalani, untuk menyemangati manusia, yang digoda dengan kesenangan dan kenikmatan, agar tidak dihalangi menuju kebajikan melalui hidup yang sederhana.

 

Dia lebih jauh menderita sampai mati, agar jangan sampai ketakutan akan kematian menggoda manusia untuk meninggalkan kebenaran. Dan jangan sampai ada di antara kita yang takut untuk mati demi kebenaran, Dia memilih untuk mati dengan cara yang paling memalukan, mati di kayu salib.

 

Bahwa Anak Allah, menjadi manusia, harus menderita kematian juga tepat untuk alasan ini, bahwa melalui teladan-Nya Dia membangkitkan keberanian kita, seperti yang dikatakan Santo Petrus, Kristus juga telah menderita bagi kamu dan meninggalkan teladan bagimu supaya kamu mengikuti jejak-Nya (I Pet. 2:21).

 

Kristus benar-benar menderita bagi kita, meninggalkan bagi kita teladan dalam kecemasan, penghinaan, cambuk, salib, kematian itu sendiri, agar kita dapat mengikuti langkah-langkah-Nya. Jika kita bertahan bagi Kristus dalam kecemasan dan penderitaan kita sendiri, kita juga akan hidup bersama dengan Kristus dalam kebahagiaan yang kekal. St. Bernard berkata, “Betapa sedikitnya mereka, ya Tuhan, yang rindu untuk mengikuti-Mu, namun tidak ada seorang pun yang berhasrat untuk tidak datang kepada-Mu, karena semua orang tahu bahwa di dalam rengkuh tangan-Mu adalah kesenangan yang tidak akan pernah gagal. Semua keinginan untuk menikmati-Mu, tetapi tidak semua ingin meneladani-Mu. Mereka rela hidup bersama-Mu, tetapi menyelamatkan diri dari penderitaan bersama-Mu. Mereka tidak ingin mencari Engkau, yang masih ingin mereka temukan.”

 

 

Alih Bahasa : Bp. Stefanus  Danang Dwi Atmoko OP

Gambar : B. Agatha OP